Duduk seorang gadis di bangku
pinggir pantai, menggenggam sebuah foto. Wajahnya menyiratkan kalau dia sedang
bersi keras memikirkan sesuatu hal. Angin pantai menerbangkan rambutnya yang
tergerai indah sehingga menghalangi pandangannya, tapi dia tak peduli. Tetap
saja tatapannya tajam seakan menusuk hingga menembus cakrawala. Seorang pemuda
menghampirinya, membawa 2 gelas kopi.
Panji : “Minumlah, ini akan menghangatkan tubuhmu” (menyodorkan kopi
pada gadis)
Lisa : “Aku tidak perlu itu, bawalah pergi”
Panji : “Kamu ini benar-benar keras kepala ya. Minumlah sedikit, sudah
seharian kamu disini dan aku yakin kalau kita tidak cepat pergi kamu akan
sakit”
Lisa menatap Panji sejenak,
memperhatikan setiap detail wajah pemuda itu. Memang benar kalau diamati dengan
seksama wajahnya hampir mirip dengan seseorang yang ada difoto yang dia
genggam. Seharusnya dia datang dan bukannya pemuda ini.
Lisa : “Mengapa kamu yang datang? Dimana dia sekarang, dia bilang
akan menemuiku setelah operasi ini berjalan dengan lancar”
Panji : “Sudahlah, kamu tak perlu memikirkan itu. Lebih baik cepat
minum kopi ini dan segera pulang. Ada yang menunggu kita dirumah”
Dengan penuh kekecewaan gadis itu
beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut dan pulang. Sesampainya dirumah,
seorang wanita separuh baya duduk disebuah kursi. Tangannya menggenggam sebuah
bingkai foto, matanya menatap sedu. Panji menghampirinya.
Panji : “Ibu, kami pulang” (mencium tangan ibu)
Ibu : “Kalian lama sekali, bukankah kalian sampai disini pagi
tadi?”
Panji : “Maafkan aku ibu, Lisa memintaku untuk mengantarnya kesuatu
tempat”
Ibu : “Lalu dimana dia, ibu ingin melihatnya”
Saat menoleh ke arah pintu, ibu
melihat sosok gadis yang berdiri di
ujung pintu. Sudah beerbulan-bulai ibu tak melihatnya. Kini dia sangat cantik
apalagi matanya itu indah bak berlian yang bersinar. Ibu beranjak dari kursi
dan perlahan menghampirinya. Dengan hati-hati ibu mendekat tak percaya apa yang
dilihatnya sekarang.
Ibu : “Lisa, apakah kamu dapat melihat ibu sekarang?” (menyentuh
kedua pipi gadis itu)
Lisa : “Ibu” (menatap ibu penuh bahagia)
Ibu : “Iya Lisa, ini ibu yang selalu menjagamu”
Lisa : “Ibu lebih cantik dari apa yang aku pikirkan selama ini, aku
bersyukur sekarang dapat melihat semuanya ibu”
Ibu : “Iya Lisa, duduklah jangan terus berdiri di depan pintu, ini
rumahmu”
Lisa menatap seluruh sudut
ruangan itu. rumah sederhana dengan cat berwarna crem penuh kehangatan. Dia
mengikuti ibunya yang duduk dikursi panjang. Dirabanya kursi itudan seketika
tau bahwa kursi ini adalah kursi yang dia duduki saat belajr huruf braille bersama
orang itu.
Ibu : “Bagaimana perjalananmu?”
Lisa : “Aku sangat menikmatinya” (sambil tersenyum)
Ibu : “Tentu saja, pasti kamu melihat banyak hal disepanjang
perjalanan. Oh ibu lupa kalian pasti sangat lelah menempuh perjalanan yang
sangat panjang, sekarang istirahatlah”
Lisa : “Tidak ibu, masih ada yang perlu aku tanyakan. Panji tidak
mau mengatakan apapun tentang dia padaku”
Ibu : “Dia?” (terkejut)
Panji : “Lisa, kita tidak perlu membahas ini sekarang, aku yakin ibu
akan bercerita padamu secepatnya”
Lisa : “Aku tidak mau terus menerus menunggu seperti ini!”
Panji : “Aku mengerti tapi tunggulah sebentar. Kamu ini sedang dalam masa
pemulihan pasca oprasi mata itu. sebaiknya kamu cepat pergi ke kamar dan
beristirahatlah”
Lisa : “Baiklah jika itu yang kalian mau!”
Akhirnya Lisa menurut untuk pergi
kekamarnya. Sementara Panji masih menyesali sikap adiknya yang tidak sabaran
dank eras kepala itu. Panji beranjak mendekati ibu yang dari tadi masih saja
terdiam memikirkan sesuatu.
Panji : “Ibu jangan terlalu memikirkan Lisa, dia masih belum tau
tentang semua ini”
Ibu : “Harusnya Ibu ceritakan semuanya. Panji besok kita akan ajak
Lisa ke tempat itu”
Panji : “Ibu tidak perlu memaksa”
Ibu : “Tidak, dia secepatnya akan mengetahui hal ini”
Panji : “Ibu” (menatap sedih)
Keesokan harinya Ibu mengajak
Lisa ke suatu tempat yang membuat lisa merasa bingung. Mereka melewati sebuah
gapura, banyak pohon kamboja tumbuh, tanah yang berbeda dari yang ada
dirumahnya, batu nisan menancap disana. Lisa masih tak percaya ibunya membawa
dia ke tempat pemakaman umum. Ibu berhenti pada satu makam dengan nama Hendra
Rahmawan.
Ibu : “Ibu tidak dapat berkata apa-apa selain mengajakmu ketempat
ini. Ini adalah makam orang yang selama ini kamu cari. Inilah makam ayahmu
Lisa” (menatap sedih batu nisan)
Lisa : “Tidak mungkin, dia akan mengajakku pergi ke pantai setelah
aku dapat melihat” (merasa tak percaya)
Ibu : “Kamu harus tau, ayahmu sangat menyayangimu, dia akan
melakukan apapun untukmu. Sebenarnya ayahmu sudah sakit keras sekjak lama.
Ayahmu berkata sebelum dia pergi, dia kamu dapat hidup dengan baik, akhirnya
ayahmu memutuskan mendonorkan matanya untukmu karena dia tidak dapat menjagamu
hingga dewasa kelak”
Lisa : “Dia melakukan ini untukku” (menitikan air mata)
Ibu : “Walau dia terkadang kasar padamu itu karena dia ingin kamu
tegar menghadapii dunia. Tapi jauh dilubuk hatinya kamu adalah anaknya sehingga
dia melakukan ini. Doakanlah dia agar tenang di alam sana” (merangkul Lisa)
Lisa : “Ayah tenanglah disana, aku akan jaga baik-baik matamu ini
akan aku manfaatkan untuk kebaikkan. Terima kasih atas segala pelajaran yang
telah engkau berikan untukku selama ini”
Ayah engkaulah sosok yang
menopang kehidupan kami. Mengajarkan kami bagaimana cara menyikapi kerasnya
dunia ini. Walau terkadang kau bersikap keras tapi kau tetaplah menyayangi
kami. Memberikan perlindungan agar kami tentram. Bahkan engkau rela melakukan
apapun untuk kami. Terimakasi ayah.
0 comments:
Posting Komentar