Minggu, 12 Oktober 2014

Try to Writer (bad enough)

Posted by Nur Chasanah Isnaini at 23.31


Duduk seorang gadis di bangku pinggir pantai, menggenggam sebuah foto. Wajahnya menyiratkan kalau dia sedang bersi keras memikirkan sesuatu hal. Angin pantai menerbangkan rambutnya yang tergerai indah sehingga menghalangi pandangannya, tapi dia tak peduli. Tetap saja tatapannya tajam seakan menusuk hingga menembus cakrawala. Seorang pemuda menghampirinya, membawa 2 gelas kopi.
Panji    : “Minumlah, ini akan menghangatkan tubuhmu” (menyodorkan kopi pada gadis)
Lisa      : “Aku tidak perlu itu, bawalah pergi”
Panji    : “Kamu ini benar-benar keras kepala ya. Minumlah sedikit, sudah seharian kamu disini dan aku yakin kalau kita tidak cepat pergi kamu akan sakit”
Lisa menatap Panji sejenak, memperhatikan setiap detail wajah pemuda itu. Memang benar kalau diamati dengan seksama wajahnya hampir mirip dengan seseorang yang ada difoto yang dia genggam. Seharusnya dia datang dan bukannya pemuda ini.
Lisa      : “Mengapa kamu yang datang? Dimana dia sekarang, dia bilang akan menemuiku setelah operasi ini berjalan dengan lancar”
Panji    : “Sudahlah, kamu tak perlu memikirkan itu. Lebih baik cepat minum kopi ini dan segera pulang. Ada yang menunggu kita dirumah”
Dengan penuh kekecewaan gadis itu beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut dan pulang. Sesampainya dirumah, seorang wanita separuh baya duduk disebuah kursi. Tangannya menggenggam sebuah bingkai foto, matanya menatap sedu. Panji menghampirinya.
Panji    : “Ibu, kami pulang” (mencium tangan ibu)
Ibu       : “Kalian lama sekali, bukankah kalian sampai disini pagi tadi?”
Panji    : “Maafkan aku ibu, Lisa memintaku untuk mengantarnya kesuatu tempat”
Ibu       : “Lalu dimana dia, ibu ingin melihatnya”
Saat menoleh ke arah pintu, ibu melihat sosok gadis yang  berdiri di ujung pintu. Sudah beerbulan-bulai ibu tak melihatnya. Kini dia sangat cantik apalagi matanya itu indah bak berlian yang bersinar. Ibu beranjak dari kursi dan perlahan menghampirinya. Dengan hati-hati ibu mendekat tak percaya apa yang dilihatnya sekarang.
Ibu       : “Lisa, apakah kamu dapat melihat ibu sekarang?” (menyentuh kedua pipi gadis itu)
Lisa      : “Ibu” (menatap ibu penuh bahagia)
Ibu       : “Iya Lisa, ini ibu yang selalu menjagamu”
Lisa      : “Ibu lebih cantik dari apa yang aku pikirkan selama ini, aku bersyukur sekarang dapat melihat semuanya ibu”
Ibu       : “Iya Lisa, duduklah jangan terus berdiri di depan pintu, ini rumahmu”
Lisa menatap seluruh sudut ruangan itu. rumah sederhana dengan cat berwarna crem penuh kehangatan. Dia mengikuti ibunya yang duduk dikursi panjang. Dirabanya kursi itudan seketika tau bahwa kursi ini adalah kursi yang dia duduki saat belajr huruf braille bersama orang itu.
Ibu       : “Bagaimana perjalananmu?”
Lisa      : “Aku sangat menikmatinya” (sambil tersenyum)
Ibu       : “Tentu saja, pasti kamu melihat banyak hal disepanjang perjalanan. Oh ibu lupa kalian pasti sangat lelah menempuh perjalanan yang sangat panjang, sekarang istirahatlah”
Lisa      : “Tidak ibu, masih ada yang perlu aku tanyakan. Panji tidak mau mengatakan apapun tentang dia padaku”
Ibu       : “Dia?” (terkejut)
Panji    : “Lisa, kita tidak perlu membahas ini sekarang, aku yakin ibu akan bercerita padamu secepatnya”
Lisa      : “Aku tidak mau terus menerus menunggu seperti ini!”
Panji    : “Aku mengerti tapi tunggulah sebentar. Kamu ini sedang dalam masa pemulihan pasca oprasi mata itu. sebaiknya kamu cepat pergi ke kamar dan beristirahatlah”
Lisa      : “Baiklah jika itu yang kalian mau!”
Akhirnya Lisa menurut untuk pergi kekamarnya. Sementara Panji masih menyesali sikap adiknya yang tidak sabaran dank eras kepala itu. Panji beranjak mendekati ibu yang dari tadi masih saja terdiam memikirkan sesuatu.
Panji    : “Ibu jangan terlalu memikirkan Lisa, dia masih belum tau tentang semua ini”
Ibu       : “Harusnya Ibu ceritakan semuanya. Panji besok kita akan ajak Lisa ke tempat itu”
Panji    : “Ibu tidak perlu memaksa”
Ibu       : “Tidak, dia secepatnya akan mengetahui hal ini”
Panji    : “Ibu” (menatap sedih)
Keesokan harinya Ibu mengajak Lisa ke suatu tempat yang membuat lisa merasa bingung. Mereka melewati sebuah gapura, banyak pohon kamboja tumbuh, tanah yang berbeda dari yang ada dirumahnya, batu nisan menancap disana. Lisa masih tak percaya ibunya membawa dia ke tempat pemakaman umum. Ibu berhenti pada satu makam dengan nama Hendra Rahmawan.
Ibu       : “Ibu tidak dapat berkata apa-apa selain mengajakmu ketempat ini. Ini adalah makam orang yang selama ini kamu cari. Inilah makam ayahmu Lisa” (menatap sedih batu nisan)
Lisa      : “Tidak mungkin, dia akan mengajakku pergi ke pantai setelah aku dapat melihat” (merasa tak percaya)
Ibu       : “Kamu harus tau, ayahmu sangat menyayangimu, dia akan melakukan apapun untukmu. Sebenarnya ayahmu sudah sakit keras sekjak lama. Ayahmu berkata sebelum dia pergi, dia kamu dapat hidup dengan baik, akhirnya ayahmu memutuskan mendonorkan matanya untukmu karena dia tidak dapat menjagamu hingga dewasa kelak”
Lisa      : “Dia melakukan ini untukku” (menitikan air mata)
Ibu       : “Walau dia terkadang kasar padamu itu karena dia ingin kamu tegar menghadapii dunia. Tapi jauh dilubuk hatinya kamu adalah anaknya sehingga dia melakukan ini. Doakanlah dia agar tenang di alam sana” (merangkul Lisa)
Lisa      : “Ayah tenanglah disana, aku akan jaga baik-baik matamu ini akan aku manfaatkan untuk kebaikkan. Terima kasih atas segala pelajaran yang telah engkau berikan untukku selama ini”
Ayah engkaulah sosok yang menopang kehidupan kami. Mengajarkan kami bagaimana cara menyikapi kerasnya dunia ini. Walau terkadang kau bersikap keras tapi kau tetaplah menyayangi kami. Memberikan perlindungan agar kami tentram. Bahkan engkau rela melakukan apapun untuk kami. Terimakasi ayah.

0 comments:

Posting Komentar

 

Naungan Hati Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea